Para ulama telah menetapkan bahwa untuk mengikuti imam ada syarat dan ketentuan. Untuk mengikuti imam, makmum hendaklah mengetahui gerakan imam. Mengetahui imam ini bisa dengan: (1) melihat, (2) mendengar. Ini jika ada dalam satu bangunan.
Namun, jika imam dan makmum berada di bangunan berbeda, para ulama memiliki perbedaan pendapat. Ada dua pendapat dalam hal ini.
Pendapat pertama:
Makmum mengikuti imam yang berbeda bangunan tidaklah sah. Inilah pendapat dari kalangan Hanafiyyah dan Syafiiyyah.
Dari kalangan Hanafiyyah, Ibnu ‘Abidin berkata, “Jika berbeda tempat, maka ada halangan untuk mengikuti imam walaupun suara imam terdengar jelas. Kalau suara imam terdengar tidak jelas, tidak sah mengikuti imam walaupun satu tempat.” (Radd Al-Muhtaar, 1:588)
Dari kalangan Syafiiyyah, dalam kitab Mughni Al-Muhtaaj (1:495) disebutkan, “Jika imam dan makmum berada dalam satu tempat, sah mengikuti imam walaupun jarak antara imam dan makmum itu jauh di dalam bangunan tersebut. Jika terhalang pintu, maka tidak disebut berada dalam satu tempat. Jika tidak ada jendela pada pintu tadi atau tidak ada lubang sesuai adat, maka walaupun satu masjid, itu tidak disebut bersatu.”
Pendapat kedua:
Shalat makmum yang mengikuti imam walau berbeda bangunan tetap sah. Inilah pendapat Malikiyyah dan salah satu pendapat dalam madzhab Imam Ahmad.
Imam Ibnu Qudamah rahimahullah dalam Al-Mughni (3:45) mengatakan bahwa bermakmum dengan imam yang terhalangi sesuatu tetap sah. Selama mampu untuk mengikuti imam, maka tidak masalah walaupun tidak melihatnya secara langsung.
Hal ini disamakan dengan keadaan orang buta yang shalat. Asalnya yang penting mengetahui keadaan imam, bisa dengan mendengarkan takbir. Seperti itu dianggap sama seperti menyaksikan langsung. Hal ini berlaku untuk makmum yang shalat di dalam masjid atau di luar masjid.
Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah berkata Yang tepat dalam masalah ini, jika ada jamaah di luar masjid ingin mengikuti imam yang berada di dalam masjid, shafnya disyaratkan bersambung. Jika shafnya tidak bersambung, shalat makmum tidaklah sah.
Misal, di sekitar Masjidil Haram terdapat hotel-hotel, lalu terdapat ruangan yang dipersiapkan untuk shalat, mereka bisa melihat imam atau para makmum, baik pada seluruh shalat atau sebagian shalat. Maka shalat yang dilakukan itu sah.
Jika mereka mendengar iqamah, mereka bisa tetap di hotel mereka, lalu shalat bersama imam, maka tidak perlu menuju Masjidil Haram.
Yang Lebih Hati-Hati
Berdasarkan penjelasan di atas, jelas sekali ada perbedaan pendapat akan sah ataukah tidaknya dalam masalah ini. Ulama kontemporer pun berbeda pandangan sebagaimana ulama di masa silam.
Saran kami, lebih aman tidak bermakmum dengan imam yang berbeda bangunan walaupun bisa mengetahui gerakan imam, demi selamat dari perselisihan para ulama yang ada.
Sumber https://rumaysho.com/36988-sahkah-shalat-dari-mushalla-hotel-mengikuti-imam-di-masjidil-haram.html
- Anda mencari paket umroh yang memenuhi semua kebutuhan anda?
- Anda mencari informasi biaya paket umroh yang sesuai dengan budget anda? silahkan klik gambar dibawah.
